Perkembangan
teknologi informasi yang sangat dramatis dalam beberapa tahun terakhir
telah membawa dampak transformational pada berbagai aspek kehidupan,
termasuk di dalamnya dunia bisnis. Setelah berlalunya era “total
quality” dan “reengineering”, kini saatnya “era elektronik” yang
ditandai dengan menjamurnya istilah-istilah e-business, e-university,
e-government, e-economy, e-emtertainment, dan masih banyak lagi istilah
sejenis.
Definisi E-Commerce ( Electronic Commerce) :
E-commerce merupakan suatu cara berbelanja atau berdagang secara online
atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat
website yang dapat menyediakan layanan get and deliver commerce akan merubah semua kegiatan marketing dan juga sekaligus
memangkas biayabiaya operasional untuk kegiatan trading (perdagangan).
Perkembangan teknologi (tele)komunikasi dan komputer menyebabkan
terjadinya perubahan kultur kita sehari-hari. Dalam era yang disebut
“information age” ini, media elektronik menjadi salah satu media andalan
untuk melakukan komunikasi dan bisnis. E commerce merupakan
extensiondari commerce dengan mengeksploitasi media elektronik. Meskipun
penggunaan media elektronik ini belum dimengerti, akan tetapi desakan
bisnis menyebabkan para pelaku bisnis mau tidak mau harus menggunakan
media elektronik ini.
Pendapat yang sangat berlebihan tentang bisnis ‘dotcom’ atau bisnis
on-line seolah-olah mampu menggantikan bisnis tradisionalnya (off-line).
Kita dapat melakukan order dengen cepat diinternet – dalam orde menit –
tetapi proses pengiriman barang justru memakan waktu dan koordinasi
yang lebih rumit, bisa memakan waktu mingguan, menurut Softbank;s
Rieschel, Internet hanya menyelesaikan 10% dari proses transaksi,
sementara 90 % lainnya adalah biaya untuk persiapan infrastruktur
back-end, termasuk logistic. Reintiventing dunia bisnis bukan berarti
menggantikan system yang ada, tapi justru komplemen dan ekstensi dari
system infratruktur perdagangan dan produksi yang ada sebelumnya.
Dalam mengimplementasikan e-commerce tersedia suatu integrasi rantai
nilai dari infrastrukturnya, yang terdiri dari tiga lapis. Perama,
Insfrastruktur system distribusi (flow of good) kedua, Insfrastruktur
pembayaran (flow of money) Dan Ketiga, Infrastruktur system informasi
(flow of information). Dalam hal kesiapan infrastruktur e-commerce, kami
percaya bahwa logistics follow trade, bahwa semua transaksi akan
diikuti oleh perpindahan barang dari sisi penjual kepada pembeli. Agar
dapat terintegrasinya system rantai suplai dari supplier, ke pabrik, ke
gudang, distribusi, jasa transportasi, hingga ke customer maka
diperlukan integrasi enterprise system untuk menciptakan supply chain
visibility. Ada tiga factor yang patur dicermati oleh kita jika ingin
membangun toko e-commerce yaitu : Variability, Visibility, dan Velocity
(Majalah Teknologi, 2001).
Yang menjadi pertayaan bahwa bagaimana kita melakukan penyelidikan
sebelum memutuskan untuk terjun ke market on-line ini, ada beberapa
tahapan yang dapat dilakukan diantaranya ;
Process conducting dalam penyelidikan : 1) mendefinisikan targer
pasar, 2) menidentifikasikan kelompok untuk dijadikan pembelajaran. 3)
indentity topk untuk discusi.
Dalam tahap penunjungnya maka dapat diselidiki : 1) identity letak
demografi website di tempat tertentu, 2) memutuskan focus editorialnya,
3) memutuskan isi dari contentnya, 4) memutuskan pelayanan yang dibuat
untuk berbagai type pengunjung (Turban M, 2001)
Ternyata tidak mudah mengimplementasikan eCommerce dikarenakan
banyaknya faktor yang terkait dan teknologi yang harus dikuasai. Tulisan
(report) ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang
teknologi apa saja yang terkait, standar-standar yang digunakan, dan
faktor-faktor yang harus diselesaikan.
Jenis eCommerce eCommerce dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C, retail). Kedua
jenis eCommerce ini memiliki karakteristikyang berbeda. Business to
Business eCommerce memiliki karakteristik
- Trading partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki
hubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi hanya dipertukarkan
dengan partner tersebut. Dikarenakan sudah mengenal lawan komunikasi,
maka jenis informasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai dengan
kebutuhan dan kepercayaan (trust).
- Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulang dan
secara berkala, misalnya setiap hari, dengan format data yang sudah
disepakati bersama. Dengan kata lain, servis yang digunakan sudah
tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data untuk dua entiti yang
menggunakan standar yang sama.
- Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggu parternya.
- Model yang umum digunakan adalah peer-topeer, dimana processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
A. Business to Consumer eCommerce
Memiliki karakteristik sebagai berikut: Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum.
- Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan mekanisme
yang dapat digunakan oleh khalayak ramai. Sebagai contoh, karena sistem
Web sudah umum digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basis
Web.
- Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand). Konsumer
melakuka inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai
dengan permohonan.
- Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil asumsi
client (consumer) menggunakan sistem yang minimal (berbasis Web) dan
processing (business procedure) diletakkan di sisi server.
Menurut sebuah report dari E&Y Consulting, perkembangan kedua
jenis eCommerceini dapat dilihat pada tabel berikut. Dari tabel tersebut
dapat dilihat bahwa perkembangan Business to Business lebih pesat
daripada Business to Consumer. Itulah sebabnya banyak orang mulai
bergerak di bidang Business-to-business.
Meskipun demikian, Business-to-Consumer masih memiliki pasar yang
besar yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Tingginya PC penetration
(teledensity) menunjukkan indikasi bahwa banyak orang yang berminat
untuk melakukan transaksi bisnis dari rumah. Negara yang memiliki
indikator PC peneaion yang tinggi mungkin dapat dianggap sebagai negara
yang lebih siap untuk melakukan eCommerce.
Business to Business eCommerce umumnya menggunakan
mekanisme Electronic Data Interchange (EDI). Sayangnya banyak standar
EDI yang digunakan sehingga menyulitkan interkomunikasi antar pelaku
bisnis. Standar yang ada saat ini antara lain: EDIFACT, ANSI X.12, SPEC
2000, CARGO-IMP, TRADACOMS, IEF, GENCOD, EANCOM, ODETTE, CII. Selain
standar yang disebutkan di atas, masih ada formatformat lain yang
sifatnya proprietary. Jika anda memiliki beberapa partner bisnis yang
sudah menggunakan standar yang berbeda, maka anda harus memiliki sistem
untuk melakukan konversi dari satu format ke format lain. Saat ini sudah
tersedia produk yang dapat melakukan konversi seperti ini.
Pendekatan lain yang sekarang cukup populer dalam
standarisasi pengiriman data adalah dengan menggunakan Extensible Markup
Language (XML) yang dikembangkan oleh World Wide Web Consortium (W3C).
XML menyimpan struktur dan jenis elemen data di dalam dokumennya dalam
bentuk tags seperti HTML tags sehingga sangat efektif digunakan untuk
sistem yang berbeda. Kelompok yang mengambil jalan ini antara lain
adalah XML/EDI group (www.xmledi.net).
Pada mulanya EDI menggunakan jaringan tersendiri yang sering
disebut VAN (ValueAdded Network). Populernya jaringan komputer Internet
memacu inisiatif EDI melalui jaringan Internet, atau dikenal dengan nama
EDI overInternet.
Topik yang juga mungkin termasuk di dalam business-to-business
eCommerce adalah electronic/Internet procurement dan Enterprise Resource
Planning (ERP). Hal ini adalah implementasi penggunaan teknologi
informasi pada perusahaan dan pada manufakturing. Sebagai contoh,
perusahaan Cisco maju pesat dikarenakan menggunakan teknologi informasi
sehingga dapat menjalankan just-in-time manufacturing untuk produksi
produknya.
Business to Consumer eCommerce memiliki permasalahan yang
berbeda. Mekanisme untuk mendekati consumer pada saat ini menggunakan
bermacam-macam pendekatan seperti misalnya dengan menggunakan
“electronic shopping mall” atau menggunakan konsep “portal”.
Electronic shopping mall menggunakan web sites untuk menjajakan
produk dan servis. Para penjual produk dan servis membuat sebuah
storefront yang menyediakan catalog produk dan servis yang diberikannya.
Calon pembeli dapat melihat-lihat produk dan servis yang tersedia
seperti halnya dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan window
shopping. Bedanya, (calon) pembeli dapat melakukan shopping ini kapan
saja dan darimana saja dia berada tanpa dibatasi oleh jam buka took.
Konsep portal agak sedikit berbeda dengan electronic
shopping mall, dimana pengelola portal menyediakan semua servis di
portalnya (yang biasanya berbasis web). Sebagai contoh, portal
menyediakan eMail gratis yang berbasis Web bagi para pelanggannya
sehingga diharapkan sang pelanggan selalu kembali ke portal tersebut.
B. Perspektif dan Perkembangan E-Commerce
Istilah e-business berkaitan erat dengan e-commerce. Bagi sebagian
kalangan, istilah e-commerce diartikan secara sempit sebagai transaksi
jual beli produk, jasa dan informasi antar mitra bisnis lewat jaringan
komputer, termasuk internet. Sedangkan e-business mengacu pada lingkup
yang lebih luas dan mencakup pula layanan pelanggan, kolaborasi dengan
mitra bisnis, dan transaksi elektronik internal dalam sebuah organisasi.
Meskipun demikian, istilah e-commerce sebenarnya dapat didefinisikan
berdasar 5 perspektif (Phan, 1998; ); (1) on-linepurchasing
perspective; (2) digital communications perspective; (3) service
perspective; (4) business process perspective; dan (5) market-of-one
perspective. Dengan demikian, pada hakikatnya dalam lingkup yang luas
e-commerce bisa dikatakan ekuivalen atau sama dengan e-business(Turban,
et al, 2000)
Perspektif Mengenai E-Commerce
PERSPEKTIF DEFINISI E-COMMERCE FOKUS
1. On-line Purchasing Perspective Sistem yang memungkinkan pembelian
dan penjualan produk dan informasi melalui internet Transaksi online
2. Digital Communication Perspective Sistem yang memungkinkan
pengiriman informasi digital produk, jasa dan pembayaran online
Komunikasi secara elektronis
3. Service Perspective Sistem yang memungkinkan upaya menekan biaya,
menyempurnakan kualitas produk dan informasi instan terkini, dan
meningkatkan kecepatan penyampaian jasa. Efisiensi dan layanan pelanggan
4. Business Process Perspective Sistem yang memungkinkan otomatisasi transaksi bisnis dan aliran kerja Otomatisasi proses bisnis
5. Market-of-one Perspective Sistem yang memungkinkan proses
“Customization” produk dan jasa untuk diadaptasikan pada kebutuhan dan
keinginan setiap setiap pelangga secara efisien Proses customization
Sumber : diolah dari Phan (1998)
C. Peluang dan Tantangan E-Commerce
Perkembangan internet berdampak pada perubahan cara organisasi
merancang, memproses, memproduksi, memasarkan, dan menyampaikan produk.
Lingkup persaingan yang semakin luas juga menuntut integrasi dan
koordinasi anatara departemen sistem informasi, pemasaran, layanan
pelanggan, dan departemen-departemen lainnya dalam organisasi. Beraneka
raga peluang pemanfaatan internet yang bisa diekploitasi meliputi:
• Sumber baru untuk informasi pasar
• Individualized marketing
• Cara baru menjalin relasi online dengan pelanggan dan membangun citra merk;
• Peluang baru bagi distribusi produk dan komunikasi pemasaran;
Proses penyampaian produk secara digital via internet diperkirakan
akan semakin marak dalam berbagai sektor bisnis, terutama untuk program
perangkat lunak, surat kabar, tiket pesawat, perbankan, asuransi,
pendidikan, dan lain-lain
Sekalipun ada banyak sekali daya pikat e-business (terutama yang
berbasis internet), masih ada sejumlah tantangan atau keterbatasan yang
harus diatasi. Sebuah survey yang dilakukan oleh majalah internetweek
pada tahun 1998 mengungkap sejumlah faktor non teknis yang menghambat
perkembangan e-business.
D. Dampak e-Commerce terhadap pratik bisnis
Dalam kategori pertama, e-commerce berdampak pada akselerasi
pertumbuhan direct marketing yang secara tradisional berbasis mail order
(katalog) dan telemarketing. Kemunculan e-commerce memberikan beberapa
dampak positif bagi aktivitas pemasaran, diantaranya :
- Memudahkan promosi produk dan jasa secara interaktif dan real time melalui saluran komunikasi langsung via internet
- Menciptakan saluran distribusi baru yang bisa menjangkau lebih banyak pelanggan di hampir semua belahan dunia
- Memberikan penghematan signifikan dalam hal biaya pengirima
informasi dan produk terdigitalisasi (contoh :perangkat lunak dan musik)
- Menekan waktu siklus dan tugas –tugas administratif (terutama
untuk pemasaran internasional) mulai dari pemesanan hingga pengiriman
produk
- Layanan pelanggan yang lebih responsif dan memuaskan, karena
pelanggan bisa mendapatkan informasi lebih rinci dan merespon cepat
secara online
- Memfasilitasi mass customization yang telah diterapkan pada
sejumlah produk seperti kosmetik, mobil, rumah, komputer, kartu ucapan,
dan berbagai macam produk lainnya.
- Memudahkan aplikasi one-to-one atau direct advertising yang lebih efektif dibandingkan mass advertising
- Menghemat biaya dan waktu dalam menangani pemesanan, karena sistem
pemesanan elektronik memungkinkan pemrosesan yang lebih cepat dan
akurat
- Menghadirkan pasar maya/virtual (markespace) sebagai komplemen pasa tradisional (marketplace)
Dalam hal transformasi organisasi, e-commerce mengubah karakterisik
pekerjaan, karir, dan kompensasi. E-commerce menuntut kompetensi,
komitmen, kreativitas, dan fleksibilitas karyawan dalam beradaptasi
dengan setiap perubahan lingkungan yang ramping, bercirikan pemberdayaan
dan desentralisasi wewenang, beranggotakan knowledge based workers,
mampu beradaptasi secara cepat dengan teknologi baru dan perubahan
lingkungan (learning organisation), mampu dan berani bereksperimen
dengan produk, jasa maupun proses baru, dan mampu mengelola perubahan
secara strategik.
Sedangkan dalam hal redefinisi organisasi, e-commerce memunculkan
model bisnis baru yang berbasis jasa online di markespace. Hal ini bisa
berdampak pada redefinisi misi organisasi dan cara organisasi
menjalankan bisnisnya. Perubahan ini anatar lain meliputi peralihan dari
sistem produksi massal menjadi pemanufakturan just in time (JIT) yang
lebih customized, integrasi berbagai sistem fungsional (seperti
produksi, keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia). Hal ini
difasilitasi dengan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) berbasis
internet berupa perangkat lunak khusus seperti SAP R/3, microsoft
enterprise, DCOM, dan lain-lain.
E. Manfaat E-businees bagi Organisasi, Konsumen, dan Masyarakat luas
1. Bagi Organisasi
- Memperluas pasar hingga mencakup pasar nasional dan pasar global,
sehingga perusahaan bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, memilih
pemasok terbaik, dan menjalin relasi dengan mitra bisnis yang dinilai
paling cocok
- Menekan biaya menyusun, memproses, mendistribusikan, menyimpan, dan mengakses informasi berbasis kertas
- Memungkinkan perusahaan mewujudkan bisnis yang sangat terspesialisasi.
- Menekan biaya persediaan dan overhead dengan cara memfasilitasi
manajemen rantai nilai bertipe “pull” yang prosesnya berawal dari
pesanan pelanggan dan menggunakan pemanufakturan just-in-time
- Menekan waktu antara pembayaran dan penerimaan produk/jasa
- Meningkatkan produktivitas karyawan melalui rekayasa ulang proses bisnis
- Menekan biaya telekomunikasi
2. Bagi Konsumen
- Memungkinkan konsumen berbelanja atau melakukan transaksi lainnya setiap saat (24 jam
- Memberikan pilihan produk dan pemasok yang lebih banyak kepada pelanggan
- Memungkinkan konsumen dalam mendapatkan produk dan jasa yang lebih
murah, karena konsumen bisa berbelanja di banyak tempat dan melakukan
perbandingan secara cepat
- Produk yang terdigitalisasi, e-business memungkinkan pengiriman produk secara cepat dan real-time
- Memungkinkan pelanggan berinteraksi dengan pelanggan lainnya dalam
electronik communities dan saling bertukar gagasan dan pengalaman
- Memungkinkan pelanggan berpartisipasi dalam lelang virtual
3. Bagi Masyarakat luas
- Memungkinkan lebih banyak orang bekerja di rumah
- Memungkinkan beberapa jenis barang dijual dengan harga murah
F. Kelemahan Dan Kendala E-ecommerce
Menurut survey yang dilakukan oleh CommerceNet
http://www.commerce.net/ para pembeli / pembelanja belum menaruh
kepercayaan kepada e-commerce, mereka tidak dapat menemukan apa yang
mereka cari di e-commerce, belum ada cara yang mudah dan sederhana
untuk membayar. Di samping itu, surfing di e-commerce belum lancar
betul.
Pelanggan e-commerce masih takut ada pencuri kartu kredit, rahasia
informasi personal mereka menjadi terbuka, dan kinerja jaringan yang
kurang baik. Umumnya pembeli masih belum yakin bahwa akan menguntungkan
dengan menyambung ke Internet, mencari situs shopping, menunggu download
gambar, mencoba mengerti bagaimana cara memesan sesuatu, dan kemudian
harus takut apakah nomor kartu kredit mereka di ambil oleh hacker.
Tampaknya untuk meyakinkan pelanggan ini, e-merchant harus melakukan
banyak proses pemandaian pelanggan. Walaupun demikian Gail Grant,
kepala lembaga penelitian di CommerceNet http://www.commerce.net/
meramalkan sebagian besar pembeli akan berhasil mengatasi penghalang
tersebut setelah beberapa tahun mendatang.
Grant mengatakan jika saja pada halaman Web dapat dibuat label yang
memberikan informasi tentang produk dan harganya, akan sangat memudahkan
untuk search engine menemukan sebuah produk secara online. Hal tersebut
belum terjadi memang karena sebagian besar merchant ingin agar orang
menemukan hanya produk mereka tapi bukan kompetitor-nya apalagi jika
ternyata harga yang diberikan kompetitor lebih murah.
Untuk sistem bisnis-ke-bisnis, isu yang ada memang tidak sepelik di
atas, akan tetapi tetap ada isu-isu serius. Seperti para pengusaha belum
punya model yang baik bagaimana cara mensetup situs e-commerce mereka,
mereka mengalami kesulitan untuk melakukan sharing antara informasi yang
diperoleh online dengan aplikasi bisnis lainnya. Masalah yang
barangkali menjadi kendala utama adalah ide untuk sharing informasi
bisnis kepada pelanggan dan supplier – hal ini merupakan strategi utama
dalam sistem e-commerce bisnis ke bisnis.
Kunci utama untuk memecahkan masalah adalah merchant harus
menghentikan pemikiran bahwa dengan cara menopangkan diri pada Java
applets maka semua masalah akan solved, padahal kenyataannya adalah
sebetulnya merchant harus me-restrukturisasi operasi mereka untuk
mengambil keuntungan maksimal dari e-commerce. Grant mengatakan,
“E-commerce is just like any automation – it amplifies problems with
their operation they already had.”
G. Hubungan Hukum Pelaku E-Commerce
Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia belum
memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan
e-commerce. Padahal pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama
dalam bisnis. Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur
mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis
perjanjian-perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum
perjanjian non elektronik yang berlaku.
Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak
berdasarkan pasal 1338 KUHPerd. Asas ini memberi kebebasan kepada para
pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan
sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para
pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum
diantara mereka.
Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, e-commerce menimbulkan
perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi.
Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.
Didalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang disebut ketentuan
hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk dipergunakan
oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata
perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap
atau belum mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu
terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus untuk jenis
perjanjian tertentu.
Jual-beli merupakan salah satu jenis perjanjian yang diatur dalam
KUHPerd, sedangkan e-commerce pada dasarnya merupakan model transaksi
jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi teknologi seperti
internet sebagai media transaksi. Dengan demikian selama tidak
diperjanjikan lain, maka ketentuan umum tentang perikatan dan
perjanjian jual-beli yang diatur dalam Buku III KUHPerd berlaku
sebagai dasar hukum aktifitas e-commerce di Indonesia. Jika dalam
pelaksanaan transaksi e- commerce tersebut timbul sengketa, maka para
pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam ketentuan tersebut.
Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana itu. E-commerce
merupakan model perjanjian jual- beli dengan karakteristik dan
aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional,
apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat
global. Adaptasi secara langsung ketentuan jual-beli konvensional akan
kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu
perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam KUHPerd dan KUHD
sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu
regulasi khusus yang mengatur tentang e-commerce.
Beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-commerce, antara lain:
- Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;
- Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
- Obyek transaksi yang diperjualbelikan;
- Mekanisme peralihan hak;
- Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang
terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para
pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan
lain-lain;
- Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;
- Mekanisme penyelesaian sengketa;
- Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Praktisi teknologi informasi (TI) Roy Suryo pernah menyebutkan
sejumlah warnet (warung internet) di Yogyakarta menyediakan sejumlah
nomor kartu kredit yang dapat dipergunakan para pelanggannya
untuk berbelanja di toko maya tersebut. Sementara itu, Wakil Ketua
Kompartemen Telematika Kadin, Romzy Alkateri, pernah mengungkapkan
pengalamannya. Ia pernah ditagih beberapa kali atas suatu
transaksi jasa hosting yang dilakukannya dengan sebuah penyedia web
hosting di luar negeri. Padahal, ia mengaku sudah membayar jasa hosting
tersebut dengan menggunakan kartu kredit. Lebih jauh lagi, ia pun
beberapa kali meminta pihak issuer untuk tidak melakukan pembayaran
tersebut karena merasa tidak melakukan transaksi jasa hosting lebih dari
satu kali.
Dari berbagai kasus penipuan kartu kredit seperti di atas,
tentunya selain pihak card holder, pihak merchant juga akan
dirugikan. Apabila card holder menyangkal telah melakukan
transaksi menggunakan charge card/credit card melalui internet,
maka pihak issuer tidak akan melakukan pembayaran, baik kepada
merchant ataupun pihak jasa payment services. Di Amerika, biasanya untuk
sejumlah nilai transaksi tertentu, kerugian tersebut ditanggung secara
bersama oleh merchant dan pihak jasa payment services.